Jumat, 25 Maret 2011

Pro Kontra Pemindahan Ibukota

Posted by Teropong Indonesia 02.02, under | No comments

Mulai dari era Presiden Soekarno hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono wacana pemindahan ibukota negara selalu diwacanakanKota Jakarta kini mengalami banyak beban dan dilema seperti kemacetan, banjir, beban penduduk, urbanisasi, kerusakan ekologis hingga potensi gempa. Kondisi Jakarta yang seperti itu membuat munculnya wacana untuk memindahkan Ibukota Indonesia dari Jakarta ke daerah lain. Nama kota Palangkaraya menjadi pilihan yang dianggap ideal untuk menggantikan Jakarta sebagai ibukota negara.
Wacana pemindahan ibukota sebenarnya sudah muncul sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. Kala itu Bung Karno mengusulkan Palangkaraya sebagai pengganti Ibukota Jakarta.
Wacana pemindahan ibukota kembali terdengar setelah Ketua DPR Marzuki Alie, yang mengakui bahwa dirinya yang pertama kali melontarkan wacana pemindahan ibukota, menyarankan agar Ibukota Indonesia dipindahkan ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Dengan cara itu pembangunan pun merata. “Dari timur ke tengah, dari barat ke tengah,” kata Marzuki.
Pro dan Kontra pun bermunculan menanggapi ide pemindahan ibukota tersebut. Bagi mereka yang kontra, seperti Kepala Biro Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan yang menaksir ongkos memindahkan ibukota negara ke wilayah lain sangat besar. Lembaga ini menyarankan dilakukan pengkajian mendalam jika ingin pemindahan diwujudkan. “Pindah itu implikasinya luas.” Rusman menyarankan agar pemerintah pusat membenahi wilayah DKI Jakarta lebih dulu sebelum memutuskan memindahkan ibukota. Salah satu caranya adalah tak memusatkan pembangunan mal di Jakarta. “Banyak mal hanya akan menarik lebih banyak pendatang,” kata dia.
Pendapat kontra lainnya datang dari arsitek perkotaan Marco Kusumawijaya menilai, wacana pemindahan ibukota ke Palangkaraya adalah sebuah mimpi besar yang tidak menyelesaikan masalah. Menurut dia, pemindahan ibukota sebagai salah satu upaya pemerataan adalah pemahaman yang salah. Selain memakan waktu lama, kata dia, pemindahan ibukota akan membutuhkan biaya tidak sedikit. Menurut Marco, dana sebesar itu akan lebih menguntungkan jika dipakai membenahi Jakarta.
Ada juga pihak yang setuju jika Jakarta, kota tempat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia, tidak lagi menjadi ibukota. Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari, mengatakan bahwa sejak awal Jakarta memang tidak ideal untuk menjadi ibukota negara. Karena itu, sejak era kemerdekaan, Bung Karno sudah memunculkan wacana pemindahan ibukota ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Di era Orde Baru, muncul usul lokasi lain, yakni di Jonggol.
Peneliti LIPI Siti Zuhro mengatakan pemindahan ibukota harus menjadi starting point untuk menata ulang daerah dengan mengoptimalkan otoda dan sentralisasi. Salah satunya dengan membuka cluster-cluster ekonomi baru. Sehingga, tidak hanya menjadikan Jakarta sebagai kota yang “menggoda” bagi masyarakat. “Jakarta terlanjur salah urus dari rezim ke rezim. Kini kita mengharapkan ada wajah baru,” katanya.
Adapun pemilihan kota Palangkaraya sebagai pengganti Jakarta sebagai Ibukota Indonesia , menurut Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Acmad Nurmandi adalah karena dari sisi geopolitik, geologi, dan geografis cukup strategis. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Kalimantan Tengah, Hamdani, juga mengatakan “Jaraknya 1 jam terbang ke Jakarta. Kira-kira sama seperti Jakarta – Surabaya. Ia juga menyebutkan bahwa Palangkaraya juga memiliki lahan yang luas, mencapai 2.678,51 km2. Kalimantan sendiri seluruhnya 15 juta hektar atau 1,5 kali pulau Jawa. “Masih banyak hutan lebat,” beber Hamdani.
Namun tentu saja memindahkan ibukota suatu negara tidaklah semudah yang dibayangkan. Hamdani mengakui proses pemindahan ibukota membutuhkan kemauan politik bersama. DPR dan pemerintahan harus merevisi dulu UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan sehubungan pemindahan ibukota negara tersebut adalah soal anggaran. Achmad Nurmandi berpendapat biaya untuk pembangunan Palangkaraya menjadi kota yang siap menjadi pusat pemerintahan dengan menyediakan berbagai infrastruktur, baik bangunan maupun jalan, diperkirakan mencapai Rp 100 triliun,” katanya. Ia mengatakan, dana Rp 100 triliun itu lebih sedikit atau lebih hemat dibandingkan biaya untuk mengatasi permasalahan Jakarta saat ini seperti kemacetan, banjir, dan berbagai masalah lain.”Jumlah Rp 100 triliun itu bisa dicicil selama 10 tahun dari APBN untuk membangun ibukota baru,” kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu.
Masalah potensial lainnya yang bisa muncul adalah, seperti diungkapkan Achmad Nurmandi, satu hal yang perlu diantisipasi jika Palangkaraya menjadi Ibukota Indonesia, yakni kesiapan penduduk lokal. “Penduduk lokal harus disiapkan dan jangan sampai terpinggirkan. Jadi, semua harus disiapkan secara matang,” katanya.
Bagaimana tanggapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai wacana pemindahan ibukota ini? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempersilakan semua pihak mengkaji kemungkinan pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Kondisi Jakarta yang macet dan potensi gempa menjadi pertimbangan wacana pemindahan ini. “Presiden menganggap diperlukan pemikiran yang matang dan komprehensif dalam mengkaji perpindahan ibukota,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai.

0 komentar:

Posting Komentar

Tags

PENGUNJUNG

Blog Archive